Mendekati tanggal bertambahnya usia, 18 Agustus nanti. Saya mulai berpikir tentang hal – hal yang telah saya lakukan dalam menjalani bahtera  kehidupan kurang lebih 23 tahun.
Pilihan saya untuk meneruskan perjalanan ke berbagai daerah di Indonesia dengan menyampingkan perkuliahan akhirnya terbayar sudah. Apalagi setelah resmi menyandang predikat sarjana beberapa bulan lalu. Alhamdulillah yah perjuangan selama tujuh belas bulan membahagiakan. 

Terkadang ada yang nanya begini “travelling untungnya apaan sih raisa?”. Sudah berkali – kali saya mendapat pertanyaan seperti ini dari orang – orang disekitar.
Bakal saya jabarin secara singkat keuntungan traveling dari kacamata seorang wanita muda *eeh.

Pintar mengatur Keuangan
Dalam melakukan perjalanan, seorang traveler ditantang untukd apat survive dalam hal apapun. Termasuk mengatur keuangan dan manajemen logistic mereka. That’s why seorang traveler sangat pandai dalam mengatur keuangannya ketika merencanakan perjalanan.

Berjiwa Sosial
Tanpa disadari, sedikit banyak jiwa sosial seseorang tumbuh ketika sedang traveling. Apalagi ketika traveling ke daerah – daerah dengan sumber daya yang terbatas. Pengalaman saya ketika melakukan traveling ke Indonesia Timur dan bertemu dengan anak – anak pelajar yang rela menempuh perjalanan berkilo – kilo tanpa alas kaki untuk dapat bersekolah.

Belajar menahan amarah (Sabar)
Kalian yang suka traveling pasti sering bertemu dengan orang – orang dari beragam daerah dengan logat, Bahasa, hingga sikap yang berbeda. Terkadang perbedaan sikap dapat menimbulkan hal – hal yang bikin “kesel”.  


Contohnya gini nih kalau ada orang yang bicaranya keras sekali sedangkan kalian ingin beristirahat. Padahal menurut si empunya suara, hal itu wajar jika didaerahnya.
Nah dengan traveling saya jamin kalian dapat belajar menahan amarah jika berada dalam situasi dan kondisi yang mengesalkan.

Belajar menghargai perbedaan Budaya
Indonesia yang terdiri dari 34 provinsi tentu saja memiliki keanekaragaman suku, budaya, hingga Bahasa.
Dari sini saya belajar bagaimana cara menghargai perbedaan tanpa harus mengolok – ngolok budaya masyarakat lain. singkatnya gini, terkadang kalau traveling ke beberapa daerah kita sebagai tamu disuguhi ‘minuman’ khas daerah tersebut. 

Sebagai contoh, kalau ke Flores disuguhi ‘sopi’, kalau ke Bali disuguhi ‘arak’, kalau ke medan disuguhi ‘tuak’. Nah sebagai tamu, tentunya sebisa mungkin menghargai pemberian dari si empunya rumah kan ye. Beberapa ada yang berpendapat itu gak boleeeeh, nanti bisa ngebuat ‘mabuk’ dan hal – hal negative lainnya.
Persepsi diatas emang udah umum banget yag. Orang – orang pada suka mikir yang negative. Hmm sebenernya balik lagi ke ‘kita’ nya yah. Saya sih selalu memandang positif sesuatu. Jadinya kalau saya disuguhi ‘minuman’ khas daerah setempat, saya menghargainya dengan sedikit meminumnya.

Kebetulan beberapa hari lalu, saya mengikuti acara Gema Bhineka Merdeka yang terdiri dari beragam komunitas anak muda Ibukota. Acara ini sukses menyedot perhatian kawula muda ibukota untuk turut hadir mengikuti rangkaian acara yang digelar di Joglo Kemang.  


Diskusi terbuka yang dihadiri oleh ahlinya Rocky Gerung, seorang bapak dosen filsafat dari kampus ternama serta pembicara lainnya yang berasal dari komunitas, ini tentu saja membuat wawasan semakin terbuka, apalagi berbincang seputar “kebebasan serta toleransi” ditambah dengan topik yang cukup sensitive seperti “alcohol, tattoo hingga LGBT”. Bukan saatnya lagi untuk tutup mata ngedenger hal – hal seperti itu ye kan. Toh udah cukup umur jugaak untuk tau segalanya.
Bhinneka Tunggal Ika adalah moto atau semboyan Indonesia. Frasa ini berasal dari bahasa Jawa Kuno dan seringkali diterjemahkan dengan kalimat “Berbeda-beda tetapi tetap satu”.

Walaupun masyarakat Indonesia berasal dari beragam suku budaya Bahasa, namun tetap satu jua Bangsa Indonesia. Sudah sewajarnya untuk saling menghargai perbedaan dan menghormati suku agama masing – masing. Bukankah hidup dengan keberagaman membuat dunia semakin berwarna.