Apa sih yang pertama kali kalian bayangkan ketika mendengar Indonesia Timur, sebelum pariwisata disana semakin membaik. Cuaca panas, banyak orang kelaparan, perkelahian, ataukah wajah seram penduduk lokal ???
Pariwisata Flores sekarang.
Jauh sebelum saya berkesempatan menginjakkan kaki ke Indonesia Timur, mindset akan “wajah orang Timur seram – seram” sudah ada di benak saya. Bukan tanpa alasan, saya kecil melihat berita di televisi tentang perkelahian antar warga disana. Terlihat raut wajah yang begitu menyeramkan sambil mengenggam senjata di tangan.

“Hati – hati kalo ke Indonesia Timur, orangnya serem – serem. Jaga diri baik – baik selama disana ya”

dan waktu itu tiba.
Untuk pertama kalinya, saya menginjakkan kaki di Bumi Flores yang begitu cantik dan eksotis. Matahari begitu bersemangat menampilkan teriknya, seakan menyapa saya yang saat itu kegirangan menginjakkan kaki di Frans Seda Maumere. Frans Seda begitu sederhana. Namun tetap menyapa saya dengan hangat.

Terlihat dari balik pintu kedatangan, rombongan penjemput yang berwajah Timur sudah berdiri menunggu. “semoga perjalanan saya aman dan pulang dengan selamat”. Dalam hati saya berbisik. Sosok lelaki berbadan besar dengan garis wajah keras khas orang Timur, cukup membuat ngeri. Tapi ketakutan saya hanya berlangsung kurang dari 5 menit, setelah sosok itu tersenyum hangat dengan deretan gigi putih rapi dan berkilau. 

Selalu seneng ngeliat senyum om - om orang Flores.
Aaah ternyata benar, Seramnya wajah orang Timur akan sirna ketika mereka tersenyumPerjalanan darat menggunakan roda empat adalah pilihan tepat bagi saya dan rombongan. Jalanan di Flores yang berliku dengan pemandangan yang wah!. 
Laut yang biru, sawah yang hijau,  gunung api yang kokoh, hingga beberapa hewan ternak yang santai dibawah pepohonan sambil makan rumput.
mamah ini masih gigih mencari uang di usia senja :')
Sesekali rombongan saya singgah sejenak di pinggir jalan untuk menyapa penduduk, hingga mampir bertemu dengan adik – adik di sekolah dasar. Betapa hangat sambutan mereka, senyuman hangat selalu terpancar dari wajah mereka jika bertemu orang baru. Belum lagi kegigihan murid – murid yang saya temui selama di Flores. Mereka rela berjalan kaki puluhan kilo untuk menuntut ilmu, bahkan tanpa sepatu *mewek*. Disaat anak sekolah di ibukota sering bolos, anak – anak disini begitu gigih untuk belajar. Walaupun satu kelas berbagi !!!.
senyum anak Indonesia.
Terlihat pula, betapa sabarnya guru – guru disini menghadapi murid – murid yang super aktif ini. saya bersua dengan kepala sekolah di daerah Ende. “Disini hanya ada 8 guru dengan 142 murid dan kelas pun digabung, karena kami kurang ruang kelas”. Dengerin cerita ibu kepala sekolah, aku mewek sendiri. Masih banyak saudara di Timur yang kekurangan, tapi kok aku di ibukota suka boros *disambit sajadah*.
Tarian tetek alu.
Perjalanan untuk merekam keindahan Indonesia lewat lensa dan kata terus berlanjut. Saya dan rombongan singgah di Manggarai. Daaaan kebiasaan orang Manggarai dalam menyambut tamu yakni Jabat tangan dan makan sirih. Jabat tangan sih ga masalah, lah kalo makan sirih ??!?? *aku kan belom nenek – nenek*. Secangkir sopi (minuman khas flores) dan sirih disajikan kepada rombongan saya. reflex air mata saya menetes ketika mengigit sirih *nangis sendiri* , rasanya pahit pedes dan buat enek #Mungkin baru pertama kali. Ngeliat mata saya udah bercucuran air mata, mama pun menyuruh saya berhenti makan sirih. “jangan dipaksa kak, dibuang saja” katanya sambil senyum. Saya maluuu~.
Tari yang belajar nari.
Kelar ngunyah ngunyah cantik dalam upacara adat. Tetua adat mempersilakan saya untuk ikut ambil bagian dalam “tari”. Emang sih nama saya Tari, tapi saya gak bisa nari. Karena saya anaknya pasrahan, mauan aja dipakein kain sama bawa property buat nari. #tariAnaknyaGampangan. Jadi tarian yang saya tampilkan bersama wanita lainnya adalah tari untuk mengucapkan syukur akan hasil pertanian yang didapatkan. Oia tarian ini khusus wanita sahaja lho, yang laki ga boleh ikutan. Kecuali pake cadar :p .
Kegigihan untuk tetap mencari uang di usia senja :') selalu lindungi ibu ini tuhan.
Belajarlah dari Orang timur

Betapa salutnya saya melihat penduduk Manggarai ini. Mereka benar – benar memiliki jiwa Indonesia. Bergotong royong, untuk melestarikan tarian adat. Mulai dari tarian tetek alu hingga tarian caci, agar tidak punah tanpa jejak.

Begitu juga kaum wanita Flores. Kegigihan mereka untuk membantu kepala keluarga dalam menghasilkan uang. Dengan sabar mereka menenun kain – kain dengan corak yang cantik. Mereka tetap sabar menenun. Psst, butuh kesabaran dalam menghasilkan satu buah kain. Waktu tiga bulan ditempuh untuk menjadi satu kain yang cantik.
maap bluur :( .
Rasanya tak salah jika kain khas Flores menjadi Mahakarya Indonesia yang harus dijaga kelestariannya hingga anak cucu nanti. Kain dengan corak yang beragam dan berbeda dari daerah lainnya. Begitu juga dengan tarian adatnya. Warga Manggarai gotong royong melestarikan salah satu Mahakarya Indonesia yang mempesona wisatawan ini. lewat gerakan – gerakan yang gemulai dan sarat akan nilai – nilai luhur seperti kesabaran, kerendahan hati serta kegigihan dalam setiap gerakannya.
Adik - adik ini penerus untuk melestarikan Nilai leluhur.
Karena peninggalan leluhur akan tetap terjaga dengan baik apabila bangsanya menghargai leluhurnya.
"Dari warga Manggarai, saya belajar untuk tetap gigih mempertahankan nilai leluhur dan menghargai kebudayaan saya sebagai seorang Indonesia".


Teks & Foto : Astari Ratnadya